Monday, October 21, 2019
Konflik Kepentingan Hutan Desa Rempek
Desa Rempek adalah satu dari lima Desa yang ada di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara-NTB, menjadi bagian dari Kecamatan Gangga yang desa-desa didalamnya berbatasan dengan hutan, Desa Rempek merupakan salah satu dari Wilayah Desa yang dibagian Selatannya berbatasan dengan Kawasan Hutan Negara di NTB.
Berbicara Desa yang wilayahnya berbatasan dengan hutan tentunya tidak terlepas dari banyaknya masyarakat desa tersebut menggantungkan hidu mereka dari hasil menggarap kawasan hutan dengan bercocok tanam didalamnya, tidak terlepas juga berbagai kepentingan lainnya yang tentunya sering kali mengundang konflik antara Pemerintah/Instansi Kehutanan dengan Masyarakat.
Berbicara Desa yang wilayahnya berbatasan dengan hutan tentunya tidak terlepas dari banyaknya masyarakat desa tersebut menggantungkan hidu mereka dari hasil menggarap kawasan hutan dengan bercocok tanam didalamnya, tidak terlepas juga berbagai kepentingan lainnya yang tentunya sering kali mengundang konflik antara Pemerintah/Instansi Kehutanan dengan Masyarakat.
Gambar 1 : Peta Kawasan Hutan Negara yang berbatasan dengan Desa Rempek |
Di Desa Rempek sendiri, lebih kurang 790 Kepala Keluarga memiliki Garapan di dalam Kawasan Hutan yang artinya dengan jumlah tesebut cukup tinggi penguasaan masyarakat terhadap hutan yang ada, sehingga tidak bisa terelakkan perambahan dan pengerusakan jelas terjadi karena masyarakat menjadikan hutan sebagai tempat pengembangan Kopi, Kakao, Durian dll. Sehingga sudah dibayangkan tingkat kerusakan yang terjadi terhadap hutan yang ada.
Sejak tahun 1929 jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, Hutan yang ada di Wilayah-wilayah yang sekarang menjadi areal kerja/wilayah kekuasaan Kehutanan di NTB termasuk Lombok yang didalamnya terdapat desa Rempek juga memang sudah menjadi Hutan Tutupan ditetapkan oleh Gubernur Hindia Belanda kala itu, pada tahun 1934-1939 dilakukan tata batas luar dengan berita disahkan pada tahun 1941, tanah yang dikenal dengan GG (Goverment Ground) dilanjutkan dengan tata batas pada tahun 1982, dan terakhir rekontruksi tata batas 2012 yang kemudian diresmikan dengan terbitnya SK Menteri Kehutanan tahun 2009 tentang wilayah Kehutanan di NTB.
Yang menjadi pokok masalah dalam sejarah terbentuknya Kawasan Hutan khususnya yang ada di Wilayah Desa Rempek adalah adanya Sertifikat PRONA pada tahun 1984 sejumlah 86 persil ternya masuk ke dalam kawasan hutan Negara yang sekarang dikenal dengan Hutan Produksi (HP). Program Prona saat itu lebih kurang sejumlah 250 hektar denga kurang lebih seratus hektar masuk kedalam kawasan hutan. Apakah BPN saat itu tidak Koordinasi ? Kenapa Kehutanan tidak tahu menahu tentang sertifikat tersebut ?
Jawabannya adalah, Kepentingan para elit jelas sangat besar perannya dalam kasus tersebut, pasalnya lebih kurang 84 Kepala Keluarga yang sebelumnya dikeluarkan dari hak kelola ladang berpindah dalam kawasan hutan (Mengoma) orang rempek menyebutnya, dijanjikan akan diberikan sertifikan dalam Prona yang sedang berlangsung prosesnya saat itu, Daftar usulan KK Miskinpun dikumpulkan oleh para elit Desa dan pemerintah yang berkepentingan saat itu, Usulan Selesai dan Sertifikatpun diterbitkan, namun yang sangat disayangkan adalah Sertifikat yang terbit tersebut justru bukan atas nama KK Miskin yang diusulkan sebelumnya melainkan Para Pejabat yang saat itu ada kepentingan di Desa Rempek, mulai dari Pejabat di Desa, Guru, Jupen dll, sehingga sampai saat ini yang terkena dampak dari kepentingan itu adalah masyarakat yang justru betul-betul berkepentingan terhadap hutan untuk berladang/menggarap.
Gambar 2 : Areal Sertifikat Prona 1984 dari Udara/HP |
Sekarang, masyarakat masih bingung apakah status tempat mereka yang sebenarnya, Hutan atau Tanah Hak Milik ? belum lagi 633 hektar sisa prona yang dianggap oleh masyarakat memiliki hak yang sama untuk memperoleh sertifikat.
Gambar 3 : Kampung dalam kawasan hutan (Lempajang) yang disebut sisa Prona |
Saya rasa bukan salah Instansi Kehutanan Membiarkan ataupun BPN yang membuat Sertifikat, dan bukan pula salah masyarakat yang menduduki wilayah tersebut, melainkan salah orang-orang yang memanfaatkan situasi saat itu untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya.
Semoga segera ada titik terang terhadap persoalan ini, sehingga masyarakat tidak dirugikan lagi, mengingat banyak masalah baru yang ditimbulkan terutama terkait pembangunan untuk masyarakat desa yang sering kali kandas karena ketidak jelasan status lahan.
By. Maidianto
Thursday, October 17, 2019
Panitia Pilkades Rempek tetapkan Tata Tertib dan Jadwal Kampanye
TELAGA MALUKU | Kamis, 17 Oktober 2019
Pada Rapat yang dilaksanakan di Aula Rapat Kantor Desa Rempek di Telaga Maluku pada hari Kamis, 17 Oktober 2019 kemarin, Panitia Pemilihan Kepala Desa telah menetapkan Tata Tertib Kampanye yang harus dipatuhi oleh para pihak (Calon, Timses dan Pendukung) dalam pelaksanaan Kampanye mulai 4 Nopember mendatang, terlebih Panitia dan Aparat Desa harus selalu netral dalam Pilkades kali ini, jangan sampai aturan hanya berlaku bagi sekelompok orang dan mantul dari sekelompok orang lainnya.
Dalam rapat tersebut, Para Calon pun diberi kesempatan bicara oleh Panitia, dalam diskusi itu Calon Kades menyampaikan supaya pemasangan tanda pengenal seperti Stiker dan yang lain bisa dilakukan sejak tanggal tersebut, mengingat di Perbubnya juga memperbolehkan sejak ditetapkannya calon dan pencabutan nomor urut. Panitia dan Para Calon pun menyepakati Pemasangan Stiker, Baliho dan alat kampanye lainnya sudah bisa dilakukan sejak tanggal 17 Oktober 2019. "yang terpenting hal tersebut disepakati semua calon, tidak merugikan calon lainnya" jelas ketua Panitia SURIADI S dalam Tanggapannya.
Dalam Pemasangan APK, Panitia meminta para Calon dan tim untuk tidak memasang APK seperti Baliho pada Pohon / Sarpras Umum lainnya, Para Calon diminta untuk membuat Rangka pemasangan APK dan memasangnya ditempat aman di wilayah desa Rempek, hal tersebut ditekankan supaya tidk mengganggu kenyamanan warga dan tidak merusak pohon yang ada. itu ditekankan sebagai bentuk bahwa Pilkades Rempek dengan semua Pihak didalamnya adalah Pilkades yang aman dan tetap menjaga Lingkungan Desa.
H. SUMIARTO, Ketua BPD Rempek menyampaikan apresiasinya kepada semua Calon atas kesiapannya menjaga Desa Rempek menuju Pilkades yang aman dan damai, "kemunculan 5 calon ini adalah potensi, kita semua harus menjaga dan memberi semangat kepada semua Calon untuk bekerja sebaik mungkin" tuturnya dalam penyampaian singkatnya sesat sebelum acara rapat diakhiri.
Harapannya, Semua Pihak yang berkepentingan bisa menjaga Pilkades Rempek menuju Pilkades aman, damai dan adil, serta tetap mengutamakan nama baik Desa Rempek dalam melakukan segala tindakan.
By. Maidianto
Pada Rapat yang dilaksanakan di Aula Rapat Kantor Desa Rempek di Telaga Maluku pada hari Kamis, 17 Oktober 2019 kemarin, Panitia Pemilihan Kepala Desa telah menetapkan Tata Tertib Kampanye yang harus dipatuhi oleh para pihak (Calon, Timses dan Pendukung) dalam pelaksanaan Kampanye mulai 4 Nopember mendatang, terlebih Panitia dan Aparat Desa harus selalu netral dalam Pilkades kali ini, jangan sampai aturan hanya berlaku bagi sekelompok orang dan mantul dari sekelompok orang lainnya.
PILKADES 2019 - Rapat Panitia pembahasan Tata Tertib Kampanye |
PILKADES REMPEK 2019 - 5 Calon Kepala Desa Rempek dalam Rapat Penyusunan TATIB Kampanye, 17 - 10 - 2019 |
PILKADES REMPEK 2019 - H. Sumiarto (Topi Putih) Ketua BPD saat menyampaikan Pesan dan Kesan dalam Rapat Tatib Kampanye |
Harapannya, Semua Pihak yang berkepentingan bisa menjaga Pilkades Rempek menuju Pilkades aman, damai dan adil, serta tetap mengutamakan nama baik Desa Rempek dalam melakukan segala tindakan.
By. Maidianto
Tuesday, October 15, 2019
Penyusunan Strategi/Mediasi Konflik di KPHL Rinjani Barat
Desa Rempek, 15 Oktober 2019
Konflik Kawasan Hutan, sudah jelas yang dimaksud adalah berbagai kepentingan yang terjadi antara para pihak, para pihak dimaksud pastinya Masyarakat yang menguasai kawasan hutan, Instansi Kehutanan sebagai Pengelola tingkat Tapak, Lembaga Mitra dan lainnya yang sama-sama punya peran dalam pengelolaan hutan di setiap wilayah / Desa yang berbatasan dengan Hutan.
dalam rangka memberikan jalan keluar terbaik dari belenggu konflik Negatif pengelolaan Kawasan Hutan, penting tentunya ada proses penyusunan strategi untuk menyelesaikan konflik di Desa, langkah itulah yang dilakukan Kehutanan NTB dengan Masyarakat Desa Rempek, Selasa kemarin di Geronggong, Dusun Busur Desa Persiapan Rempek Darussalam.
Dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang difasilitasi olrh Mitra Samya NTB tersebut, Diskusi sangat panjang membahas Pohon Masalah, akar masalah, dan solusi yang ditempuh untuk menyelesaikan masalah atau konflik kawasan hutan yang terjadi di Desa Rempek pada khususnya dan KPH Rinbar pada umumnya. Acara dihadiri oleh Kepala Desa Rempek, Sekdes Rempek Darussalam, KPHL Rinjani Barat, LSM/Mitra Samya, Perwakilan Pengelola Hutan Lapangan/KTH. Tokoh Masyarakat dan Resort Santong Sidutan Lingkup KPHL Rinjani Barat.
Gambar 3 |
Gambar 4 GAmbar 3 dan 4 : Pembahasan Masalah/Konflik FGD Penyusunan Strategi Mediasi Konflik di KPHL Rinjani Barat |
Dalam Diskusi tersebut, pak Wiji selaku tim Fasilitator menyampaikan, bahwa Konflik yang terjadi harus bisa diselesaikan, supaya tidak menjadi masalah yang terus-menerus diwariskan kepada Generasi berikutnya, "yang jelas, kita tidak mau mewariskan konflik / masalah kepada anak cucu kita" ujarnya dalam pengantar pada acara tersebut.
Setelah melewati tahapan demi tahapan dalam diskusi yang dilakukan para pihak FGD yang terdiri dari pembahasan pohon masalah, Analisa Gaya Konflik, Diagram Venn, dan Pilihan Alternatif yang merupakan pembahasan ujung dalam diskusi tersebut, akhirnya diperoleh kesepakatan bahwa metode yang akan ditempuh untuk menyelesaikan konflik di Desa Rempek dan Rempek darussalam adalah melalui MEDIASI. mediasi dipilih tentunya tidak serta merta diterima, melainkan sebelumnya fasilitator menawarkan beberapa macam metode seperti Litigasi/Pengadilan, Negosiasi, Konfrontasi, Mediasi dan Pembiaran, namun jalur Mediasi akhirnya dipilih oleh forum karena dianggap saling menguntungkan.
Masyarakat memilih metode Mediasi/Kolaborasi karena beberapa hal diantaranya :
- Prosesnya tertutup dan hanya diantara para pihak
- Pelibatan pihak ketiga yang netral disepakati para pihak dan kooperatif
- Para pihak leluasa mendiskusikan segala per konflik an dan aharapan khususnya yang bersifat non hukum
- Para pihak menyusun dan menyepakati alternative terbaik menuju penyelesaian (BATNA)
- Keputusan dibuat berdasarkan kepentingan para pihak
- Prosesnya lebih cepat dan murah
- hasil kesepakatan dapat didaftarkan ke pengadilan atas kesepakatan para pihak.
Masyarakat Desa Rempek dan Pemerintah Desa berharap, Konflik Kawasan Hutan di Rempek bisa diselesaikan dengan keputusan/kepentingan yang sebaik-baiknya dan tidak merugikan para pihak terutama masyarakat. Dalam penyampaiannya pada akhir acara KPH menekankan bahwa KPH selalu menggandeng Lembaga dan Masyarakat untuk bersama-sama menempuh metode terbaik dalam pengelolaan kawasan, sehingga tidak ada yang dirugikan. tegas Teguh Gatot Yuwono dalam penutupan acara FGD tersebut.
Hasilnya adalah :
Masyarakat dan Pemerintah Desa Rempek Menyepakati metode penyelesaian konflik kawasan hutan di Desa Rempek dengan menempuh jalan MEDIASI.
By. Maidianto
Monday, October 14, 2019
Hutan Rusak, Semua Mengering
HUTAN, selalu menjadi topik setiap saat ketika 1 dari sekian fungsinya tidak berperan, sebut saja salah satu fungsinya yang paling Populer adalah sebagai Penyimpan Air. disaat musim kemarau seperti sekarang ini, Air selalu menjadi fokus bahasan setiap orang karena ketersediaan air sangat minim, sehingga mulailah timbul banyak persepsi terhadap keadaan yang sedang terjadi, terutama kekeringan.
Kenapa Itu Bisa Terjadi ?
Sebuah Pertanyaan yang harus kita telaah bersama untuk memperoleh jawaban yang yang tepat terhadap persoalan tersebut.
Saat ini, terutama di Desa Rempek Kecamatan Gangga terjadi kekeringan sehingga berdampak pada kurangnya ketersediaan Air untuk kebutuhan masyarakat, tentu hal tersebut menjadi topik yang selalu setiap saat menjadi persoalan yang disebut warga tiap kali kita berkunjung ke setiap dusun di Desa Rempek, terutama Dusun-dusun yang ada dibagian utara, jangankan wilayah hilir, di hulu saja warga mengalami persoalan yang sama yaitu kekurangan air.
Jika kita bersama-sama berfikir sejenak, Desa Rempek berbatasan langsung dengan Kawasan Hutan Negara seluas lebih kurang 4.000 hektar dengan fungsi Lindung, Produksi Terbatas dan Produksi Tetap. Luasan hutan yang berbatasan dengan Desa Rempek hampir sama dengan luas wilayah definitiv Desa Rempek yaitu lebih kurang 3.085,5 hektar. Seharusnya dengan luas hutan yang hampir sama dengan luas desa tersebut mampu menyimpan Air untuk masyarakat Desa Rempek sepanjang tahun, meski terjadi kemarau panjang sekalipun, setidaknya kebutuhan air mayarakat desa masih bisa ditanggulangi. Kenapa bisa demikian ?
Persoalannya adalah, Hutan Negara yang berbatasan dengan Desa Rempek tidak lagi pada Fungsinya. semua masyarakat bisa menyaksikan kondisi kritis yang sedang dialami Kawasan Hutan Desa Rempek.
Betapa tidak, 733 hektar hutan produksi yang berbatasan langsung dengan tanah hak milik masyarakat sudah 100% dijadikan lahan perkebunan oleh masyarakat yang menguasainya, lahan tersebut isinya sudah bukan kayu-kayuan lagi melainkan Tanaman Perkebunan seperti Kakao, Kopi, Pisang, Cengkih, Kelapa, dan lain-lain.
Tidak hanya itu, Hutan Produksi Terbatas yang luasannya lebih kurang 1.200 hektar mengalami nasib yang sama dengan hutan produksi, penguasaan lahan oleh masyarakat yang berlomba-lomba untuk kesejahteraan hidup dengan berkebun didalam hutan menjadi penyebab utama rusaknya kawasan hutan. Apalagi jika masyarakat menguasai Hutan Lindung yang fungsinya memang untuk Melindungi ekosistem alam sekitarnya, maka barang tentu tidak hanya kekurangan Air tapi kehilangan Mata Air yang menjadi kantong Air yang mengalir disetiap wilayah di Desa Rempek. Belum lagi Saat Gempa 5 Agustus 2018 lalu, banyak Longsoran yang menimbun mata air-mata air yang fungsinya sebagai distributor air bagi masyarakat desa. bayangkan saja, saat ini masyarakat desa yang mayoritas Petani seluruhnya gagal panen karena tidak adanya air untuk mengairi sawah mereka. wajar saja Air tidak ada, karena fungsi hutan hilang dikarenakan isinya tidak lagi Pohon Kayu melainkan Pohon Pisang.
Karena alasan itulah, pada tahun 2013 Dinas Kehutanan Nusa Tenggara Barat bersama segenap warga Desa berinisiatif membangun kerjasama kemitraan kehutanan melalui KSU Kompak Sejahtera dengan KPHL Rinjani Barat, dengan tujuan bisa menekan angka kerusakan hutan, minimal dengan merubah pola pengelolaan warga terhadap kawasan hutan yang sudah dikuasai tersebut dengan memaksimalkan tanaman Kayu-kayuan. Namun, tidak banyak warga yang sepontan menerima, sehingga target perbaikan melalui skema Kemitraan tersebut belum maksimal mencapai apa yang menjadi target kerjasama untuk melestarikan hutan di Desa Rempek.
Kesimpulannya, Masihkah kita berfikir bahwa Huhtan itu kurang penting ? saya rasa Tidak, jika masyarakat Desa Rempek tidak membuka mata dan fikirannya untuk bersama-sama melestarikan hutan untuk mengembalikan fungsinya, apa yang dialami masyarakat saat ini jelas jauh lebih parah dan membahayakan seluruh dimensi kehidupan yang ada 5 bahkan 10 tahun mendatang.
SALAM LESTARI ✌️✌️✌️
By. Maidianto
Gambar 1. Hutan Desa Rempek |
Kenapa Itu Bisa Terjadi ?
Sebuah Pertanyaan yang harus kita telaah bersama untuk memperoleh jawaban yang yang tepat terhadap persoalan tersebut.
Saat ini, terutama di Desa Rempek Kecamatan Gangga terjadi kekeringan sehingga berdampak pada kurangnya ketersediaan Air untuk kebutuhan masyarakat, tentu hal tersebut menjadi topik yang selalu setiap saat menjadi persoalan yang disebut warga tiap kali kita berkunjung ke setiap dusun di Desa Rempek, terutama Dusun-dusun yang ada dibagian utara, jangankan wilayah hilir, di hulu saja warga mengalami persoalan yang sama yaitu kekurangan air.
Jika kita bersama-sama berfikir sejenak, Desa Rempek berbatasan langsung dengan Kawasan Hutan Negara seluas lebih kurang 4.000 hektar dengan fungsi Lindung, Produksi Terbatas dan Produksi Tetap. Luasan hutan yang berbatasan dengan Desa Rempek hampir sama dengan luas wilayah definitiv Desa Rempek yaitu lebih kurang 3.085,5 hektar. Seharusnya dengan luas hutan yang hampir sama dengan luas desa tersebut mampu menyimpan Air untuk masyarakat Desa Rempek sepanjang tahun, meski terjadi kemarau panjang sekalipun, setidaknya kebutuhan air mayarakat desa masih bisa ditanggulangi. Kenapa bisa demikian ?
Gambar 2. Kondisi Hutan pasca gempa 5-8-2018 |
Persoalannya adalah, Hutan Negara yang berbatasan dengan Desa Rempek tidak lagi pada Fungsinya. semua masyarakat bisa menyaksikan kondisi kritis yang sedang dialami Kawasan Hutan Desa Rempek.
Betapa tidak, 733 hektar hutan produksi yang berbatasan langsung dengan tanah hak milik masyarakat sudah 100% dijadikan lahan perkebunan oleh masyarakat yang menguasainya, lahan tersebut isinya sudah bukan kayu-kayuan lagi melainkan Tanaman Perkebunan seperti Kakao, Kopi, Pisang, Cengkih, Kelapa, dan lain-lain.
Tidak hanya itu, Hutan Produksi Terbatas yang luasannya lebih kurang 1.200 hektar mengalami nasib yang sama dengan hutan produksi, penguasaan lahan oleh masyarakat yang berlomba-lomba untuk kesejahteraan hidup dengan berkebun didalam hutan menjadi penyebab utama rusaknya kawasan hutan. Apalagi jika masyarakat menguasai Hutan Lindung yang fungsinya memang untuk Melindungi ekosistem alam sekitarnya, maka barang tentu tidak hanya kekurangan Air tapi kehilangan Mata Air yang menjadi kantong Air yang mengalir disetiap wilayah di Desa Rempek. Belum lagi Saat Gempa 5 Agustus 2018 lalu, banyak Longsoran yang menimbun mata air-mata air yang fungsinya sebagai distributor air bagi masyarakat desa. bayangkan saja, saat ini masyarakat desa yang mayoritas Petani seluruhnya gagal panen karena tidak adanya air untuk mengairi sawah mereka. wajar saja Air tidak ada, karena fungsi hutan hilang dikarenakan isinya tidak lagi Pohon Kayu melainkan Pohon Pisang.
Gambar 3. Suryadinata dkk menelusuri hutan mencari mata air |
Karena alasan itulah, pada tahun 2013 Dinas Kehutanan Nusa Tenggara Barat bersama segenap warga Desa berinisiatif membangun kerjasama kemitraan kehutanan melalui KSU Kompak Sejahtera dengan KPHL Rinjani Barat, dengan tujuan bisa menekan angka kerusakan hutan, minimal dengan merubah pola pengelolaan warga terhadap kawasan hutan yang sudah dikuasai tersebut dengan memaksimalkan tanaman Kayu-kayuan. Namun, tidak banyak warga yang sepontan menerima, sehingga target perbaikan melalui skema Kemitraan tersebut belum maksimal mencapai apa yang menjadi target kerjasama untuk melestarikan hutan di Desa Rempek.
Gambar 4. |
Gambar 5. Gambar 4 dan 5 | Suryadinata dkk menuruni tebing dan kondisi terkini Air dalam Kawasan Hutan |
Kesimpulannya, Masihkah kita berfikir bahwa Huhtan itu kurang penting ? saya rasa Tidak, jika masyarakat Desa Rempek tidak membuka mata dan fikirannya untuk bersama-sama melestarikan hutan untuk mengembalikan fungsinya, apa yang dialami masyarakat saat ini jelas jauh lebih parah dan membahayakan seluruh dimensi kehidupan yang ada 5 bahkan 10 tahun mendatang.
SALAM LESTARI ✌️✌️✌️
By. Maidianto
Wednesday, October 9, 2019
Tuesday, October 8, 2019
Anak Ke Tiga
Khaifa Syakira Alba namanya, anak ketiga dari Maidianto dengan istrinya yang kedua Nurniati,
anak perempuan yang cukup Lucu dan Pintar meski dia baru berusia 1,9 Tahun.
Maidianto adalah anak dari Minatim (alm) Bin Cindrasih (alm) Bin Jinrara (alm) hasil Pernikahannya dengan Ibu dari Maidianto yaitu Ibu Nasnim Binti Durangsi, Perempuan kelahiran asli Desa Rempek. Maidianto lahir di Tempos Putra Dusun Rempek Timur Desa Rempek Kecamatan Gangga Kab. Lombok Utara pada 05 Mei tahun 1987. Menikah Pertama pada tahun 2006 dengan Perempuan kelahiran Gelumpang Sanyar Desa Rempek yaitu Sipi Indrasari anak dari Samadil dengan Mursip. dari pernikahannya tersebut Maidianto dianugerahi dua orang Putra yaitu Haekal Yuzka Nafil Al Faruq (anak pertama) dan Muhammad Aiman Fait Al Faruq (anak kedua).
Yang namanya taqdir tidak satupun manusia mengetahuinya, pada tahun 2014 Maidianto bercerai dengan istrinya Sipi Indrasari karena persoalan rumah tangga yang kurang harmonis, sehingga selang beberapa tahun tepatnya tahun 2017 Maidianto pun menikah kedua kalinya dengan Nurniati, seorang perempuan Berdarah Lombok Tengah anak dari Sahman dengan Nasinep yang tinggal di Kuripan desa Rempek, dari pernikahannya tersebut Maidianto dikaruniai seorang anak Perempuan dialah Khaifa Syakira Alba.
anak perempuan yang cukup Lucu dan Pintar meski dia baru berusia 1,9 Tahun.
Gambar 1. Khaifa SA usia 1.9 Tahun |
Maidianto adalah anak dari Minatim (alm) Bin Cindrasih (alm) Bin Jinrara (alm) hasil Pernikahannya dengan Ibu dari Maidianto yaitu Ibu Nasnim Binti Durangsi, Perempuan kelahiran asli Desa Rempek. Maidianto lahir di Tempos Putra Dusun Rempek Timur Desa Rempek Kecamatan Gangga Kab. Lombok Utara pada 05 Mei tahun 1987. Menikah Pertama pada tahun 2006 dengan Perempuan kelahiran Gelumpang Sanyar Desa Rempek yaitu Sipi Indrasari anak dari Samadil dengan Mursip. dari pernikahannya tersebut Maidianto dianugerahi dua orang Putra yaitu Haekal Yuzka Nafil Al Faruq (anak pertama) dan Muhammad Aiman Fait Al Faruq (anak kedua).
Gambar 2. Muhammad Aiman FF |
Gambar 3. (Paling Kanan) Haekal Yuzka NF |
Gambar 4. Maidianto saat acara Cross Learning Program Peduli di Lebak Prov. Banten Tahun 2018 |
Kelompok Tani Hutan "Sengkokor"
Kelompok Tani Hutan atau yang sering disingkat KTH sudah tidak asing lagi terdengar di telinga banyak orang, sebuah bentuk lembaga tingkat tapak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dibentuk masyarakat saat ruang kelola sumber daya alamnya adalah Kawasan Hutan di suatu Desa/Tempat, itulah yang dilakukan para penggarap Kawasan Hutan Produksi Terbatas di Dusun Jelitong Desa Rempek Kec. Gangga KLU sejak tahun 2013 silam, KTH Sengkokor namanya, sebuah kelompok yang beralamat di Jelitong tersebut menguatkan diri dalam sebuah lembaga untuk menjadi wadah berorganisasi supaya hak-hak penggarap kawasan hutan bisa terpenuhi dengan baik. adapun nama Sengkokor adalah sebuah nama Hamparan/Tempat di Kawasan Hutan Negara yang berbatasan dengan bagian selatan desa persiapan Rempek Darussalam Kecamatan Gangga, nama KTH tersebut dimaksudkan untuk mempermudah para petani/penggarap diareal tersebut lebih mudah dikoordinir oleh pengurus dan sesama anggota yang ada.
Kelompok yang terbentuk dalam kerjasama Kemitraan Kehutanan antara KPHL Rinjani Barat dengan KSU Kompak Sejahtera Desa Rempek tersebut diketua oleh Bapak ISTIADI, warga asli Dusun Jelitong, dengan segenap kemampuan pak Istiadi bekerja keras untuk bisa mewujudkan kemandirian kelompoknya diantara 9 KTH lainnya yang ada di bawah naungan KSU Kompak Sejahtera.
Pada awal terbentuknya, anggota KTH Sengkokor hanya bisa berjalan kaki menuju garapannya untuk bekerja, namuna saat ini sudah bisa ditempuh dengan sepeda motor menuju lokasi tersebut berkat kerja keras pengurus dan anggotanya, sampai pada hari minggu kemarin 1 hari sebelum rapat di Rumah bapak Bahrun (Sekretaris KTH) yang diadakan hari Senin, 6 Oktober 2019, anggota masih tetap Gotong royong perbaikan jalan untuk terus mempermudah fasilitas jalan menuju lokasi Garapan, harapannya kedepan masyarakat dimudahkan terutama dengan difasilitasi untuk pembuatan Jembatan penghubung ke Sengkokor oleh pihak terkait, sehingga masyarakat lebih mudah mengangkut hasil panen mereka, karena sampai saat ini belum ada jembatan dari KTH Batu Bintang ke sengkokor, apalagi setelah Gempa banyak longsoran yang menimbun jalan yang sudah dibangun sebelumnya. selain rapat bulanan yang rutin dilakukan kelompok, kerja kelompok untuk pembangunan akses jalan dan lainnya terus dilakukan guna mempermudah kegiatan-kegiatan seterusnya di tahun-tahun yang akan datang.
By. Maidianto
Gambar 1 & 2 : Rapat Bulanan KTH |
Kelompok yang terbentuk dalam kerjasama Kemitraan Kehutanan antara KPHL Rinjani Barat dengan KSU Kompak Sejahtera Desa Rempek tersebut diketua oleh Bapak ISTIADI, warga asli Dusun Jelitong, dengan segenap kemampuan pak Istiadi bekerja keras untuk bisa mewujudkan kemandirian kelompoknya diantara 9 KTH lainnya yang ada di bawah naungan KSU Kompak Sejahtera.
Pada awal terbentuknya, anggota KTH Sengkokor hanya bisa berjalan kaki menuju garapannya untuk bekerja, namuna saat ini sudah bisa ditempuh dengan sepeda motor menuju lokasi tersebut berkat kerja keras pengurus dan anggotanya, sampai pada hari minggu kemarin 1 hari sebelum rapat di Rumah bapak Bahrun (Sekretaris KTH) yang diadakan hari Senin, 6 Oktober 2019, anggota masih tetap Gotong royong perbaikan jalan untuk terus mempermudah fasilitas jalan menuju lokasi Garapan, harapannya kedepan masyarakat dimudahkan terutama dengan difasilitasi untuk pembuatan Jembatan penghubung ke Sengkokor oleh pihak terkait, sehingga masyarakat lebih mudah mengangkut hasil panen mereka, karena sampai saat ini belum ada jembatan dari KTH Batu Bintang ke sengkokor, apalagi setelah Gempa banyak longsoran yang menimbun jalan yang sudah dibangun sebelumnya. selain rapat bulanan yang rutin dilakukan kelompok, kerja kelompok untuk pembangunan akses jalan dan lainnya terus dilakukan guna mempermudah kegiatan-kegiatan seterusnya di tahun-tahun yang akan datang.
By. Maidianto
Nomor Urut Calon Kepala Desa Rempek Tahun 2019
Telaga Maluku, 5 Oktober 2019
By. Maidianto
Satu dari sekian Tahapan yang dilakukan Panitia Pemilihan Kepala Desa Rempek Kec. Gangga adalah Pencabutan Nomor Urut para Calon Kepala Desa Rempek yang kemudian ditetapkan menjadi Nomor Urut Calon dalam Surat Suara Pilkades Rempek Periode 2020 s/d 2026 tahun 2019.
Gambar 1 : Acara Pencabutan Nomor Urut Calon Kades Rempek Tahun 2019 |
Setelah melalui beberapa tahapan sebelumnya, termasuk penetapan Bakal Calon Kepala Desa Rempek yang lulus seleksi Administrasi dan kemudian ditetapkan menjadi calon kepala Desa Rempek akhirnya tahapan pencabutan nomor urutpun dilaksanakan panitia Pilkades tepatnya pada hari Sabtu Tanggal 5 Oktober tahun 2019 bertempat di eks Gedung Sekolah Darurat SDN 1 Rempek Kec. Gangga Kab. Lombok Utara.
Para Calon Kepala Desa Rempek tersebut adalah :
1. Minarsah, berasal dari Dusun Pancor Getah, 2. Minadim Hartono, Putra Asli Dusun Soloh Atas, 3. Sabarudin, Berasal dari dusun Telaga Maluku, 4. Rudi Artono, Putra asli Dusun Gelumpang Sanyar, dan 5. Sumardi yang berasal dari Dusun Rempek Timur Desa Rempek.
Setelah melalui acara pencabutan nomor dengan diundi oleh Panitia menggunakan Map yang sudah diisi dengan nomor urut yang akan diberikan, akhirnya para calon memperoleh nomor dengan urutan, Calon Kepala Desa Nomor urut (1) Rudi Artono, nomor urut (2) Sumardi, nomor urut (3) Sabarudin, Nomor urut (4) Minadim Hartono dan Nomo urut (5) Minarsah.
Gambar 2 : Photo bersama para calon kades sesaat setelah acara pencabutan nomor urut |
Dari lima calon yang ada, pemerintah desa berharap siapapun terpilih menjadi kepala desa nantinya, bisa mengemban tugas dengan baik dan menjadi Kepala Desa yang terbaik, mengingat Desa Rempek kembali membangun mulai dari Awal pasca Gempa Bumi 5 Agustus 2018 lalu, hal tersebut ditekankan Penjabat Kades SAIFUL BAHRI, SP dalam sambutannya.
Tidak terkecuali, Motto Desa Rempek menjadi desa yang Bangkit, Maju dan Berprestasi bisa terus diinplementasikan dalam program-program yang dilakukan nantinya oleh Kepala Desa yang memimpin Desa Rempek, Kec. Gangga Kab. Lombok Utara.
By. Maidianto
Tuesday, October 1, 2019
RAT TAHUN BUKU 2018 KSU Kompak Sejahtera
RAT TAHUN BUKU 2018 KSU Kompak Sejahtera | Busur, 1 Oktober 2019
Gambar 1 : Kegiatan RAT tahun Buku 2018 di Musholla Birrul Walidain Geronggong |
Pengurus pun berjanji, akan berusaha sebaik mungkin untuk menghidupkan kembali kegiatan-kegiatan koperasi yang sempat tertunda di tahun-tahun berikutnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Mengapa Ramadhan yang Dijadikan Bulan Wajib Puasa?
Ramadhan Mengapa Ramadhan yang Dijadikan Bulan Wajib Puasa? Juli, 25 Mei 2018 | 15.30 WIB Puasa Ramadhan mulai diwajibkan kepada umat Is...
-
Gambar 1. Ketua BPD Rempek Darussalam (Paling Kiri) bersama Personel Linmas Desa saat akan berangkat melakukan Sambang Desa Rempek Darussa...
-
TELAGA MALUKU | Kamis, 17 Oktober 2019 Pada Rapat yang dilaksanakan di Aula Rapat Kantor Desa Rempek di Telaga Maluku pada hari Kamis, 17...
-
Desa Rempek adalah satu dari lima Desa yang ada di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara-NTB, menjadi bagian dari Kecamatan Gangga yang de...