Monday, October 21, 2019

Konflik Kepentingan Hutan Desa Rempek

Desa Rempek adalah satu dari lima Desa yang ada di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara-NTB, menjadi bagian dari Kecamatan Gangga yang desa-desa didalamnya berbatasan dengan hutan, Desa Rempek merupakan salah satu dari Wilayah Desa yang dibagian Selatannya berbatasan dengan Kawasan Hutan Negara di NTB.

Berbicara Desa yang wilayahnya berbatasan dengan hutan tentunya tidak terlepas dari banyaknya masyarakat desa tersebut menggantungkan hidu mereka dari hasil menggarap kawasan hutan dengan bercocok tanam didalamnya, tidak terlepas juga berbagai kepentingan lainnya yang tentunya sering kali mengundang konflik antara Pemerintah/Instansi Kehutanan dengan Masyarakat.
Gambar 1 : Peta Kawasan Hutan Negara yang berbatasan dengan Desa Rempek

Di Desa Rempek sendiri, lebih kurang 790 Kepala Keluarga memiliki Garapan di dalam Kawasan Hutan yang artinya dengan jumlah tesebut cukup tinggi penguasaan masyarakat terhadap hutan yang ada, sehingga tidak bisa terelakkan perambahan dan pengerusakan jelas terjadi karena masyarakat menjadikan hutan sebagai tempat pengembangan Kopi, Kakao, Durian dll. Sehingga sudah dibayangkan tingkat kerusakan yang terjadi terhadap hutan yang ada.

Sejak tahun 1929 jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, Hutan yang ada di Wilayah-wilayah yang sekarang menjadi areal kerja/wilayah kekuasaan Kehutanan di NTB termasuk Lombok yang didalamnya terdapat desa Rempek juga memang sudah menjadi Hutan Tutupan ditetapkan oleh Gubernur Hindia Belanda kala itu, pada tahun 1934-1939 dilakukan tata batas luar dengan berita disahkan pada tahun 1941, tanah yang dikenal dengan GG (Goverment Ground) dilanjutkan dengan tata batas pada tahun 1982,  dan terakhir rekontruksi tata batas 2012 yang kemudian diresmikan dengan terbitnya SK Menteri Kehutanan tahun 2009 tentang wilayah Kehutanan di NTB.

Yang menjadi pokok masalah dalam sejarah terbentuknya Kawasan Hutan khususnya yang ada di Wilayah Desa Rempek adalah adanya Sertifikat PRONA pada tahun 1984 sejumlah 86 persil ternya masuk ke dalam kawasan hutan Negara yang sekarang dikenal dengan Hutan Produksi (HP). Program Prona saat itu lebih kurang sejumlah 250 hektar denga kurang lebih seratus hektar masuk kedalam kawasan hutan. Apakah BPN saat itu tidak Koordinasi ? Kenapa Kehutanan tidak tahu menahu tentang sertifikat tersebut ?

Jawabannya adalah, Kepentingan para elit jelas sangat besar perannya dalam kasus tersebut, pasalnya lebih kurang 84 Kepala Keluarga yang sebelumnya dikeluarkan dari hak kelola ladang berpindah dalam kawasan hutan (Mengoma) orang rempek menyebutnya, dijanjikan akan diberikan sertifikan dalam Prona yang sedang berlangsung prosesnya saat itu, Daftar usulan KK Miskinpun dikumpulkan oleh para elit Desa dan pemerintah yang berkepentingan saat itu, Usulan Selesai dan Sertifikatpun diterbitkan, namun yang sangat disayangkan adalah Sertifikat yang terbit tersebut justru bukan atas nama KK Miskin yang diusulkan sebelumnya melainkan Para Pejabat yang saat itu ada kepentingan di Desa Rempek, mulai dari Pejabat di Desa, Guru, Jupen dll, sehingga sampai saat ini yang terkena dampak dari kepentingan itu adalah masyarakat yang justru betul-betul berkepentingan terhadap hutan untuk berladang/menggarap.

Gambar 2 : Areal Sertifikat Prona 1984 dari Udara/HP
Sekarang, masyarakat masih bingung apakah status tempat mereka yang sebenarnya, Hutan atau Tanah Hak Milik ? belum lagi 633 hektar sisa prona yang dianggap oleh masyarakat memiliki hak yang sama untuk memperoleh sertifikat.

Gambar 3 : Kampung dalam kawasan hutan (Lempajang) yang disebut sisa Prona

Saya rasa bukan salah Instansi Kehutanan Membiarkan ataupun BPN yang membuat Sertifikat, dan bukan pula salah masyarakat yang menduduki wilayah tersebut, melainkan salah orang-orang yang memanfaatkan situasi saat itu untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya.
Semoga segera ada titik terang terhadap persoalan ini, sehingga masyarakat tidak dirugikan lagi, mengingat banyak masalah baru yang ditimbulkan terutama terkait pembangunan untuk masyarakat desa yang sering kali kandas karena ketidak jelasan status lahan.

By. Maidianto

No comments:

Post a Comment

Mengapa Ramadhan yang Dijadikan Bulan Wajib Puasa?

    Ramadhan Mengapa Ramadhan yang Dijadikan Bulan Wajib Puasa? Juli, 25 Mei 2018 | 15.30 WIB Puasa Ramadhan mulai diwajibkan kepada umat Is...