Gambar 1. Hutan Desa Rempek |
Kenapa Itu Bisa Terjadi ?
Sebuah Pertanyaan yang harus kita telaah bersama untuk memperoleh jawaban yang yang tepat terhadap persoalan tersebut.
Saat ini, terutama di Desa Rempek Kecamatan Gangga terjadi kekeringan sehingga berdampak pada kurangnya ketersediaan Air untuk kebutuhan masyarakat, tentu hal tersebut menjadi topik yang selalu setiap saat menjadi persoalan yang disebut warga tiap kali kita berkunjung ke setiap dusun di Desa Rempek, terutama Dusun-dusun yang ada dibagian utara, jangankan wilayah hilir, di hulu saja warga mengalami persoalan yang sama yaitu kekurangan air.
Jika kita bersama-sama berfikir sejenak, Desa Rempek berbatasan langsung dengan Kawasan Hutan Negara seluas lebih kurang 4.000 hektar dengan fungsi Lindung, Produksi Terbatas dan Produksi Tetap. Luasan hutan yang berbatasan dengan Desa Rempek hampir sama dengan luas wilayah definitiv Desa Rempek yaitu lebih kurang 3.085,5 hektar. Seharusnya dengan luas hutan yang hampir sama dengan luas desa tersebut mampu menyimpan Air untuk masyarakat Desa Rempek sepanjang tahun, meski terjadi kemarau panjang sekalipun, setidaknya kebutuhan air mayarakat desa masih bisa ditanggulangi. Kenapa bisa demikian ?
Gambar 2. Kondisi Hutan pasca gempa 5-8-2018 |
Persoalannya adalah, Hutan Negara yang berbatasan dengan Desa Rempek tidak lagi pada Fungsinya. semua masyarakat bisa menyaksikan kondisi kritis yang sedang dialami Kawasan Hutan Desa Rempek.
Betapa tidak, 733 hektar hutan produksi yang berbatasan langsung dengan tanah hak milik masyarakat sudah 100% dijadikan lahan perkebunan oleh masyarakat yang menguasainya, lahan tersebut isinya sudah bukan kayu-kayuan lagi melainkan Tanaman Perkebunan seperti Kakao, Kopi, Pisang, Cengkih, Kelapa, dan lain-lain.
Tidak hanya itu, Hutan Produksi Terbatas yang luasannya lebih kurang 1.200 hektar mengalami nasib yang sama dengan hutan produksi, penguasaan lahan oleh masyarakat yang berlomba-lomba untuk kesejahteraan hidup dengan berkebun didalam hutan menjadi penyebab utama rusaknya kawasan hutan. Apalagi jika masyarakat menguasai Hutan Lindung yang fungsinya memang untuk Melindungi ekosistem alam sekitarnya, maka barang tentu tidak hanya kekurangan Air tapi kehilangan Mata Air yang menjadi kantong Air yang mengalir disetiap wilayah di Desa Rempek. Belum lagi Saat Gempa 5 Agustus 2018 lalu, banyak Longsoran yang menimbun mata air-mata air yang fungsinya sebagai distributor air bagi masyarakat desa. bayangkan saja, saat ini masyarakat desa yang mayoritas Petani seluruhnya gagal panen karena tidak adanya air untuk mengairi sawah mereka. wajar saja Air tidak ada, karena fungsi hutan hilang dikarenakan isinya tidak lagi Pohon Kayu melainkan Pohon Pisang.
Gambar 3. Suryadinata dkk menelusuri hutan mencari mata air |
Karena alasan itulah, pada tahun 2013 Dinas Kehutanan Nusa Tenggara Barat bersama segenap warga Desa berinisiatif membangun kerjasama kemitraan kehutanan melalui KSU Kompak Sejahtera dengan KPHL Rinjani Barat, dengan tujuan bisa menekan angka kerusakan hutan, minimal dengan merubah pola pengelolaan warga terhadap kawasan hutan yang sudah dikuasai tersebut dengan memaksimalkan tanaman Kayu-kayuan. Namun, tidak banyak warga yang sepontan menerima, sehingga target perbaikan melalui skema Kemitraan tersebut belum maksimal mencapai apa yang menjadi target kerjasama untuk melestarikan hutan di Desa Rempek.
Gambar 4. |
Gambar 5. Gambar 4 dan 5 | Suryadinata dkk menuruni tebing dan kondisi terkini Air dalam Kawasan Hutan |
Kesimpulannya, Masihkah kita berfikir bahwa Huhtan itu kurang penting ? saya rasa Tidak, jika masyarakat Desa Rempek tidak membuka mata dan fikirannya untuk bersama-sama melestarikan hutan untuk mengembalikan fungsinya, apa yang dialami masyarakat saat ini jelas jauh lebih parah dan membahayakan seluruh dimensi kehidupan yang ada 5 bahkan 10 tahun mendatang.
SALAM LESTARI ✌️✌️✌️
By. Maidianto
No comments:
Post a Comment